LANGKAH SINGAPURA MENERAPKAN EKONOMI SIRKULAR DALAM PENGELOLAAN SAMPAH ELEKTRONIK - Coretan Dua Sembilan

Breaking

Home Top Ad

Responsive Ads Here

Senin, 06 Juni 2022

LANGKAH SINGAPURA MENERAPKAN EKONOMI SIRKULAR DALAM PENGELOLAAN SAMPAH ELEKTRONIK


Singapura merupakan salah satu negara yang maju dengan keterbatasan lahan hijau dikarenakan luas wilayahnya yang sempit hampir sama dengan luas DKI Jakarta. Hal ini menyebabkan permasalahan dalam kerusakan lingkungan dan perubahan iklim. Oleh karena itu, Singapura sangat berhati-hati dan sangat memberikan perhatian yang tinggi dalam menghadapi isu-isu lingkungan di negaranya demi terjaganya kelestarian lingkungan dan kelangsungan hidup warganya. Singapura terus melakukan inovasi agar perkembangan ekonomi tetap berlangsung dan kelestarian lingkungan tetap terjaga. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Singapura dalam melakukan inovasi tersebut yaitu dengan menerapkan ekonomi sirkular.

Apakah itu Ekonomi Sirkular? 

Ekonomi sirkular menurut situs resmi UNCTAD adalah "sistem industri yang restoratif atau regeneratif dimana dalam pelaksanaannya melibatkan usaha restorasi untuk menunda umur masa pakai sebuah produk". Ekonomi linear memiliki pola 'ekstraksi-pakai-buang' yang artinya produk setelah digunakan lalu dibuang. Sementara untuk ekonomi sirkular berbeda karena implementasinya yaitu mengumpulkan segala bentuk limbah yang dihasilkan dari proses produksi yang nantinya diolah kembali menjadi produk lainnya atau digunakan dengan lebih efisien. Pelaksanaan ekonomi sirkular tidak hanya melindungi lingkungan, tetapi juga berkesempatan membuka lapangan kerja baru, dan membuka peluang-peluang lainnya di masa depan.

Kegiatan restorasi produk dapat dilakukan dengan beralih ke penggunaan energi terbarukan, juga bisa dengan cara menggunakan ulang, mendaur ulang, mengalih fungsikan, dan menyumbang atau menjual  produk bekas pakai kepada yang membutuhkan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi limbah untuk menjaga lingkungan agar tetap lestari dan terhindar dari kerusakan.

Manajemen E-Waste di Singapura

Centre for Liveable Cities Singapore melansir bahwa Singapura sudah mulai menerapkan Zero Waste Nation sejak tahun 2019. Tujuan utamanya adalah untuk mengeliminasi semua limbah yang menumpuk di tempat pembuangan semakau yang diprediksi akan mencapai kapasitas maksimumnya pada tahun 2035. Oleh karena itu untuk menekan laju timbulan sampah yang masuk ke tempat pembuangan tersebut, pemerintah Singapura perlu berusaha keras akan hal itu. Program ekonomi sirkular inilah yang menjadi salah satu upaya pemerintah Singapura dalam menekan laju timbulan sampah yang akan masuk ke TPA.


Sebagai salah satu upaya untuk mencapai visi tersebut di atas, Lembaga Lingkungan Nasional (NEA) Singapura memberlakukan program kerja manajemen electronic waste (e-waste) untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup. NEA mendefinisikan sampah elektronik (e-waste) sebagai peralatan listrik dan elektronik dalam bentuk apapun yang telah dibuang. Jenis-jenis e-waste yang umum dijumpai seperti peralatan teknologi informasi dan komunikasi, peralatan rumah tangga, peralatan olah raga, dan lain sebagainya. Sampah elektronik sebagian besar terdiri dari komponen logam dan plastik, tetapi juga mengandung logam berat dan zat yang memiliki potensi untuk mencemari lingkungan. Sampah elektronik ini juga beragam jenis dan bentuknya sehingga tidak bisa ditumpuk di tempat pembuangan sampah umum dan perlu perlakuan khusus.

Seperti yang tertera pada blog Elytus bahwa limbah-limbah elektronik mengandung senyawa kimia berbahaya seperti lithium, merkuri, dan tembaga yang dapat menyebabkan kontaminasi serius pada air, tanah dan udara yang bisa berdampak serius pada kesehatan mahluk hidup. Sementara berdasarkan data NEA, negara sekecil Singapura saja sudah memproduksi 60.000 ton e-waste per-tahunnya dan hanya 20% atau sekitar 8,9 ton dari total limbah elektronik tersebut yang berhasil didaur ulang.

Melihat kondisi manajemen e-waste tersebut yang masih belum maksimal, pemerintah Singapura mengajak masyarakatnya untuk berpartisipasi mengurangi jumlah e-waste di Singapura dengan program kerja yang bernama "Extended Producer Responsibility (EPR) System for E-Waste Management System" pada awal Juli 2021 yang lalu. Dengan adanya program kerja ini, masyarakat dengan mudah menyalurkan sampah elektronik mereka ke tempat pengolahan e-waste sehingga penanganan limbah tersebut tidak perlu lagi melalui proses pembakaran di tempat pembuangan umum yang tidak ramah lingkungan. NEA juga melakukan kerjasama dengan ALBA Group, sebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang lingkungan hidup untuk meluncurkan inovasi baru berupa tempat sampah khusus e-waste.

Pada tanggal 1 Juli 2021, 300 unit tempat sampah khusus e-waste telah didistribusikan kepada masyarakat di tempat-tempat umum yang banyak dikunjungi masyarakat. Tempat sampah khusus tersebut menjadi salah satu program kerja NEA yang menarik dan juga cara kerjanya yang sederhana sehingga masyarakat dapat dengan mudah berpartisipasi dalam program tersebut. Mekanisme dari program kerja ini yakni dari para penyumbang e-waste cukup membuang sampah elektroniknya berdasarkan kategori-kategori terpisah, seperti barang elektronik bekas (printer, keyboard komputer, monitor, tablet, dll), baterai (dengan segala ukuran), dan juga bohlam lampu (tidak termasuk lampu neon panjang). Dan yang lebih menarik lagi, para donatur dapat memperoleh imbalan berupa uang setelah membuang sampah elektronik mereka dengan cara mengunduk aplikasi ALBA Step Up dan memindai QR Code yang ada pada unit tempat sampah tersebut untuk mengkonfirmasi pengumpulan sampah elektronik.


Setelah itu sampah-sampah elektronik yang terkumpul pada tempat sampah khusus tersebut disalurkan kepada fasilitas-fasilitas pengolahan limbah elektronik. NEA menjelaskan bahwa pengelolaan sampah atau limbah elektronik bukanlah proses yang mudah, tetapi sangat rumit karena limbah tersebut masih harus disortir, dibongkar, dan diklasifikasi berdasarkan bahan utama si pengolah tersebut. Hasil dari pengolahan limbah elektronik tersebut nantinya akan menjadi bahan baku siap olah dan akan didistribusikan kepada manufaktur-
manufaktur industri lainnya, seperti industri teknologi, otomotif, konstruksi, bahkan untuk produksi barang mewah.

Dampaknya untuk Masyarakat

Dengan adanya program EPR ini, masyarakat menjadi lebih memahami posisi dari sampah elektronik yang berbeda dengan sampah pada umumnya, serta dampaknya terhadap lingkungan. Masyarakat juga menjadi lebih bijak dalam menggunakan barang elektronik mereka. Akan tetapi menurut NEA masih banyak pekerjaan dalam mensosialisasikan program kerja ini kepada masyarakat karena belum semua masyarakat yang memahami jenis-jenis limbah elektronik yang dapat diterima oleh tempat sampah penampung e-waste yang tersedia.

Secara keseluruhan program kerja terkait manajemen sampah elektronik yang dilakukan oleh Pemerintah Singapura merupakan suatu inovasi dan terobosan besar dalam upaya mengurangi limbah-limbah elektronik untuk menjaga lingkungan agar tetap lestari. Tentunya program ini dapat menyumbang manfaat yang besar juga bagi masyarakat, terutama di bidang perekonomian, dimana program kerja ini merupakan salah satu langkah besar bagi Singapura untuk menerapkan ekonomi sirkular yang ramah lingkungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar